Setelah
dipugar dan diberi label “Jakarta Gems Center (JGC) Rawa Bening”, pusat
penjualan batu permata terbesar di Indonesia ini semakin menarik minat
pengunjung dan meningkatkan omzet penjualan. Sebelumnya, terkesan kumuh
dan rawan.
Sebelum ganti baju, JGC lebih akrab
dengan sebutan Pasar Rawa Bening. Ratusan perajin batu permata dan
barang-barang antik menempati lantai dasar yang kumuh dan panas. Di
atasnya sudah berganti-ganti departemen store mencoba peruntungan namun
tidak bertahan lama.
“Dari dulu di sini tempat jual batu
aji. Sudah terkenal sampai ke luar negeri. Jadi memang cocok kalau
dipugar dan jadi seperti ini,” ujar Daus (52), pedagang batu aji yang
sudah 20 tahun mencari nafkah di sini.
Daus berkisah, tahun 1980-an, JGC
hanyalah sebuah pasar umum. Waktu itu ada sekitar 20-an pedagang batu
alam menempati lahan parkir. Namun lambat laun tempat tersebut menjadi
pusat penjualan batu permata di Jakarta. Terbukti setiap harinya tempat
itu selalu dikunjungi banyak orang, baik dari dalam maupun luar Jakarta.
Maka pada tahun 1990-an kondisinya pun mulai berkembang.
Karena keberadaan para pedagang batu
di Rawa Bening mulai dibutuhkan, maka pada tahun 2005, para pedagang
batu menuntut dibentuknya sebuah wadah asosiasi bagi para pedagang batu
di Rawa Bening. Hingga akhirnya dibangun JGC.
Awal tahun 2010, keberadaan JGC Rawa
Bening mendapat sorotan dari penggila batu alam atau batu permata.
Berbagai batu permata yang ada di seluruh daerah di nusantara berpusat
di JGC Rawa Bening, termasuk daerah Garut hingga dari kepulauan Bacan,
Halmahera, Maluku utara yang menjadi inspirasi nama batu, yakni Batu
Garut dan Batu Bacan.
JGC berisi 1.355 tempat usaha yang
terdiri atas 897 kios, 372 counter, 56 kios makanan dan minuman serta 30
kios ikan hidup dan ikan hias. Peremajaan pasar tersebut dilakukan
oleh PT Pundimas Atrium dengan luas bangunan 10.866 meter persegi yang
terbagi atas tiga lantai dan satu semi basement.
Pasar itu juga dilengkapi dengan
ruang galeri untuk pameran, ruang Laboratorium Sertifikasi dan ruang
khusus untuk proses pembuatan batu serta masjid yang mampu menampung 750
jamaah.
Bebatuan yang dijual di Pasar Rawa
Bening terbilang lengkap dan untuk berbagai keperluan, baik untuk
permata cincin, gelang, liontin, anting, maupun buat hiasan kepala ikat
pinggang.
Di sini bisa dijumpai batu-batu
mulia yang sangat terkenal seperti mirah, safir, cat’s eye, zamrud dan
giok. Batu berharga jutaan hingga ratusan juta rupiah ini didatangkan
dari Myanmar, Sri Lanka, atau Kolombo.
Batu perhiasan lokal juga banyak
tersedia, seperti dari daerah Lampung dan Kalimantan, misalnya,
menghasilkan amatis atau kecubung. Banten kaya akan kalimaya atau opal.
Garut, Sukabumi, Pacitan, dan Lampung menghasilkan batu akik dengan
motif dan warna beraneka rupa. Sumber